Mengenai Kami

Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (HIMA PERSIS) merupakan organisasi kemahasiswaan dibawah naungan Persatuan Islam. Hima Persis memiliki motto pergerakan "Wamaa Yadzdzakkaru Illa Ulul Albab" yang bermakna bahwa setiap esensi dan makna kehidupan ini hanya berlaku untuk orang yang berfikir dan bermuhasabah. Lanjutkan...

Monday, January 16, 2012

Bahasa Arab Semakin Tergeser di Indonesia

Share & Comment
Di Indonesia, mayoritas penduduknya adalah ummat Islam, dalam kenyataannya bahasa Arab terasa masih asing bagi mereka. Padahal bahasa Arab itu acapkali dilafalkan setiap saat di dalam shalat selama sehari semalam. Ironis, tapi itulah realitasnya.
Bandingkan, misalnya, dengan tingginya animo masyarakat untuk menguasai bahasa Inggeris. Sampai-sampai bahasa Inggeris hadir sebagai bahasa asing pertama di Indonesia. Akibat lebih jauh dari keadaan seperti itu adalah, bahasa Arab menjadi semakin asing . Bahkan semakin terasingkan! 

Pada skala yang lebih besar lagi, semakin asingnya bahasa Arab membuat semakin jauh pula animo masyarakat untuk memahami al –Quran.
Pada poin inilah, persoalan ini menarik untuk dikemukakan. Bukankah al-Quraan adalah wahyu yang kemudian menjadi dalil pokok dan sumber dari hokum syari’ah disampaikan dalam “bahsa Arab yang jelas?”. Sehingga suatu hal yang pasti, bahwa melalui al-Quran dengan eksistensinya sebagai petunjuk bagi manusia (hudal linas), Islam terakit, bahkan tidak bisa dipisahkan dari bahasa Arab.
Dengan demikian,  antara bahasa Arab dan Islam di satu sisi dan bahasa Arab dan Al-Quran di sisi yang lain ibarat dua sisi dalam sekeping koin yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa Arab tidak bisa dipisahkan dari Islam mengingat kitab suci orang-orang Islam adalah al-Quranyang berbahasa Arab. Begitu juga bahasa Arab tidak bisa dipisahkan dari al Qur’ankarena amempelajari bahasa Arab adalah syarat wajib untuk menguasai atau emmahami  isi al-Qur’an. Dan mempelajari bahasa  al-Qur’an berarti mempelajari bahas Arab.
Maka, untuk dapat memahami Islam yang ajaran-ajarannya termaktub dalam al-Qur’an, bahasa Arab menjadi kebutuhan . Bahkan kebutuhan mutlak yang harus dikuasai.  Sebab tanpa pengetahuan bahsa Arab mustahil akan dapat memahami ajaran Islam dari sumber-sumbernya yang asli yang semuanya itu tertulis dalam bahasa Arab. Dengan kata lain, nihil artinya bagi kaita, yang ingin mendalami Islam, tetapi sama sekali tidak menguasai bahasa Arab.
Meski sebagaimana diakui Prof. Dr. Mukti Ali, bahwa menguasai bahasa Arab an sich tidaklah cukup. Penguasaan bahasa Inggeris juga diperlukan untuk meluaskan pandangan terhadap agama Islam. Mengingat pengetahuan agama Islam sendiri bukan hanya dibahas dan ditulis dalam bahasa Arab saja, tetapi juga ditulis dana dibahas dalam bahassa-bahasa dunia lainnya, antara lain dalam bahasa Inggeris.
Dalam konteks ke –indonesiaan, pada dasarnya Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam memiliki ruang yang sangat besar untuk lebih “memasyarakatkan bahasa Arab”. Mengajarkan bahasa Arab di bangku-bangku sekolah dari tingkat dasar sampai menengah, bahkan hingga perguruan tinggi misalnya, seperti yang dipraktikan saat ini, setidaknya langkah strategis dalam upaya “memasyarakatkan bahasa Arab” itu. Sebab merekalah cikal bakal yang akan menjadi “khalifah” di jagad raya ini nantinya.

Tidak Seirama
Namun, lagi-lagi antara cita dan fakta, antara harapan dan relita, kerap tidak berjalan seirama. Dalam pratiknya, seperti yang disitir Kareel A. Steenbrink dalam karya monumentalnya Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, hanya system  madrasahlah yang memberikan perhatian besar terhadap bahasa Arab. Terbukti dengan diberikannya pengajaran bahasa Arab di madrasah yang berlangsung sejak Ibtidaiyah.
Meski pada dasarnya, pengajaran bahsa Arab pada tingkat ini, hanya sebatas di arahkan pada kepustakaan dan terminologi Islam. Setidaknya, menurut Kareel, keadaan seperti itu,di mana bahasa Arab mendapat tempat yang berarti, berbeda jauh dengan di SMP dan SMA di mana bahasa Arab merupakan bahasa fakultatif saja.
Yang lebih ekstrim, masih sebagaimana dalam catatan Steenbrink di atas yang dalam praktiknya hingga saat ini memang demikian adanya, bila di SMA ada pelajaran bahasa Inggris, Jerman, Prancis, misalnya, tapi pelajaran bahasa Arab tidak ada.
Diakui Prof. DR. Mukti Ali, bahwa menguasai bahas Arab ansich tidaklah cukup. Penguasaan bahasa Inggris juga diperlukan untuk meluaskan  pandangan terhadap agama Islam.
Sementara pendidikan di madrasah sendiri menunjukan, alokasi waktu untuk mata pelajaran bahasa Arab relative sangat singkat. Jauh berbeda dengan alokasi waktu untuk mata pelajaran umum, apalagi mata pelajaran bahasa Arab tidak masuk dalam daftar deratan mata pelajaran yang di ebtanas-kan.
Hadirnya praktik semacam ini, terutama yang terampil di tengah-tengah pendidikan kita, sebagaimana disinyalir Kareel A. Steenbrink di atas, menjadi realitas tersendiri bagi umat Islam. Bahkan, atas kenyataan ini Hasbullah, penulis buku Kapita Selekta Pendidikan Islam, cukup pesimis. Menurutnya, kecil kemungkinan untuk melahirkan orang-orang yang ahli dan mengusai pengetahuan agama Islam secera mendalam.   (kus-/berbagai sumber)***
 


Tags:

Ditulis oleh

Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (HIMA PERSIS) merupakan organisasi kemahasiswaan dibawah naungan Persatuan Islam. Hima Persis memiliki motto pergerakan "Wamaa Yadzdzakkaru Illa Ulul Albab"

0 komentar:

Post a Comment

 

Program Kami

Silatda

Artikel Islami

Islam Berbicara

Mengenai Hima Persis Cianjur

Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (HIMA PERSIS) merupakan organisasi kemahasiswaan dibawah naungan Persatuan Islam. Hima Persis memiliki motto pergerakan "Wamaa Yadzdzakkaru Illa Ulul Albab" yang bermakna bahwa setiap esensi dan makna kehidupan ini hanya berlaku untuk orang yang berfikir dan bermuhasabah. Lanjutkan...
Copyright © Hima Persis Cianjur | Designed by Templateism.com | Managed by Nineteenboy