oleh: M. Rasyid Ridlo *)
Di akhir tahun 2013 ini, masyarakat Indonesia tengah ditengarai issu mengenai pembagian kondom gratis yang digulirkan oleh KPAN (Komisi Penanggulangan Aids Nasional) dan DKT (perusahaan penyedia produk kondom) dan bukan merupakan program pemerintah (baca: Kementrian Kesehatan). Kegiatan tersebut diberi nama Pekan Kondom Nasional (PKN) yang diagendakan tanggal 1-7 Desember 2013 ini. Pasalnya, PKN tersebut dibagikan secara cuma-cuma kepada para kalangan dan kelompok seks beresiko.
Hal ini menjadi pertanyaan besar dibalik tujuan KPAN tersebut, apakah mampu – pembagian kondom ini – menanggulangi permasalahan HIV/AIDS di Indonesia. Mengingat bahwa jumlah pengidap virus tersebut di Indonesia sangatlah banyak. Dari data Kementrian Kesehatan sampai bulan Maret 2013, jumlah orang yang terinfeksi HIV di Indonesia mencapai 103759 orang; pengidap AIDS 43347 orang; kematian karena HIV/AIDS 8288 orang; orang yang tertular HIV (selama Januari - Maret 2013) 5369 orang. Sungguh angka yang ironis.
Sebagai langkah penanggulangan HIV/AIDS tersebut, pemerintah menganggarakan dana sebesar 25,2 milyar rupiah. Angka yang besar bila hanya digunakan untuk pengadaan barang tersebut. Namun menurut hemat penulis, ada langkah yang lebih efektif menanggulangi HIV/AIDS daripada harus membagikan kondom; bahwa pemerintah akan lebih baik menyelenggarakan kampanye pendidikan moral pada kalangan muda; dengan iklan-iklan positif; dan banyak cara lain.
Permasalahan kondom ini, bahwa ia memang bukan barang haram seperti alkohol, narkotika, dan daging babi. Akan tetapi “penggunaan kondom” tersebut yang seharusnya menjadi titik tolak kritis masyarakat Indonesia. Karena dengan munculnya program ini, arah masalah akan tertuju pada perilaku “seks bebas” dikalangan remaja itu sendiri. Sebelum kegiatan PKN ini bergulir, masih banyak orang-orang yang melakukan free sex, apalagi bila difasilitasi dengan benda tersebut. Na’udzubillah.
Ketika kondom ini dipromosikan besar-besaran apalagi ke masyarakat umum, tak lain seperti menciptakan lingkaran setan yang tak pernah putus. Bahwasanya penyakit ini bermula dari anomali (penyimpangan), lantas bagaimana ia dapat berkurang jika anomali ini tetap dipertahankan. Lalu bagaimana untuk mengatasi risiko penularan HIV yang terjadi pada kelompok orang-orang yang suka melakukan seks bebas di luar pasangannya? Cukupkah hanya dengan menggunakan kondom, orang-orang mengurangi perilaku seks bebas tersebut?
Sebelumnya, Mentri Kesehatan – yang juga sekjen KPAN – Nafsiah Mboi menyatakan bahwa, kondom ini sukses mengurangi penularan AIDS di Indonesia. Namun penulis cari data konkritnya dan tidak menemukan data statistik secara pasti. Ini menjadi sebuah pertanyaan, ada apa gerangan dengan KPAN yang mendistribusikan kondom dan mengklaim berhasil, namun bukti empirisnya tak terbukti.
Perlu diketahui bersama, pada konferensi AIDS se-Dunia di Chiangmai, Thailand tahun 1995 diumumkan hasil penelitian ilmiah, bahwa kondom tidak dapat mencegah penularan HIV/AIDS . Sebab ukuran pori-pori kondom jauh lebih besar dari ukuran virus HIV. Ukuran pori-pori kondom sebesar 1/60 mikron dalam kondisi normal dan membesar menjadi 1/6 mikron saat dipakai. Sedangkan ukuran virus HIV adalah 1/250 mikron. Jelas virus HIV sangat mudah bebas keluar masuk melalui pori-pori kondom. Maka, jika dikatakan kondomisasi dapat menangkal penularan virus HIV/AIDS, itu jelas menyesatkan dan membodohi masyarakat.
Intinya, kegiatan PKN tersebut, bukanlah menjadi jawaban atas penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Pihak-pihak dari dinas kesehatan seharusnya lebih mengetahui hal ini dan tidak malah memberikan program yang tiada efeknya pada masyarakat.
Lalu, apa yang harus kita perbuat? Akankah kita berdiam diri? Lantas, apa fungsi dan guna pemerintah sebagai perwakilan rakyat di senayan sana bila berlaku seperti itu? Menghambur-hamburkan anggaran dengan program yang tidak seharusnya ada.
Inilah pertanyaan yang harus kita selesaikan bersama. Tidak hanya menggantung pada pemerintah semata. Karena bisa saja mereka (korban dan pelaku seks bebas) adalah keluarga kita, anak-anak kita, saudara kita, teman kita. Tentunya kita tidak pernah menginginkan hal buruk itu terjadi pada orang yang kita kenal dan sayangi.
Ingatkah kita bahwa untuk berdakwah itu harus mendahulukan keluarga terdekat yang tertera dalam quran surat Asy-Syu’araa ayat 214 yang berbunyi:
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”
Mudah-mudahan dengan tulisan ini menjadi motivasi bagi kita untuk lebih memperhatikan dan menyayangi keluarga dan orang terdekat kita. Wallohu a’lam.
*) Penulis adalah staf PP Hima Persis Cianjur departemen Informasi dan Komunikasi periode 2013-2015
posted by:
Data and Information Departement of Hima Persis Cianjur
0 komentar:
Post a Comment