Apabila kalian membaca (surat) Alhamdu maka bacalah bismillahirrahmanirrahim karena sesungguhnya ia adalah ummul quran, umul kitab dan As sab’ul matsani dan bismillahirrahmanirrahim salah satu ayatnya. (H.R Ad-Daruquthni)
Oleh karena itu apabila terdapat keterangan yang mengatakan bahwa Rasulullah saw memulai qiraah (bacaan)nnya dengan Al-Hamdu tentu maksudnya adalah Al-Fathihah, seperti hadis :
Dari Aisyah r.a ia mengatakan “Adalah Rasulullah saw memulai salatnya dengan takbir dari (memulai bacaannya dengan alhamdu lillahi rabbil alamin (alfathihah)” (H.R Muslim)
Basmalah sebagai ayat pertama dari al-fathihah dibaca sir pada bacaan sir dan dibaca jahar pada bacaan jahar.
Dari qatadah ia berkata “Anas ditanya tentang bagaimana qiraah Nabi saw . ia menjawab “keadaan Nabi itu bermad (panjang) lalu ia membaca bismillahirrahmanirrahim, ia memanjangkan bismillah, memanjangkan arrahman dan memanjangkan arrahim” (H.R Al-Bukhari)
Al Fathihah wajib pada setiap rakaat
Dari Ubadah bin Ash Shamit sesungguhnya Nabi saw telah bersabda “tidak ada salat bagi yang tidak membaca al-fathihah” H.R Al-Jamaah
Kata-kata laa shalata (tidak ada salat) nafi bermakna nahyi, jadi maksudnya jangan salat tanpa membaca al-Fathihah. pada hadis lain riwayat Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban serta mukharij lainnya dari sahabat Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda :
Tidaklah cukup salat bagi yang tidak membaca alfathihah
Bahkan dalam riwayat Ahmad kata-katanya lebih tegas
Tidak diterima suatu salat pun padanya tidak dibaca alfathihah
Hadis-hadis tentang wajibnya alfathihah pada tiap rakaat diriwayatkan pula oleh Muslim dan At-Tirmidzi dari sahabat Anas bin Malik, Abu Daud dan An-Nasai dari sahabat Abu Qatadah, Ibnu Majah dari sahabat Abdullah bin Umar, Ahmad, Abu Daud serta Ibnu Majah dari sahabat Abu Said Al Khudri, An-Nasai dan Ibnu Majah dari sahabat Abu Dardam Ibnu Majah dari sahabat Jabir bin Abdullah, al-baihaqi dari sahabat Ali bin Abu Thalib, dan lain-lain
Dengan dalil-dalil ini jelaslah bahwa makna tidak ada salat bagi yang tidak membaca alfathihah adalah tidak sah setiap rakaat tanpa alfathihah, baik munfarid, berjamaah, imam maupun makmum.
Ada yang berpendapat bahwa alfathihah wajib dan tidak sah rakaat tanpa membaca alfathihah kecuali bagi makmum yang masbuk yang mendapatkan imam sedang ruku, lalu ia segera ruku mengikuti posisi imam, dengan demikian ia telah mendapatkan rakaat itu walaupaun tidak membaca alfathihah, berdasarkan sebagai berikut :
Dari Abu Hirairah sesungguhnya Nabi saw telah bersabda “siapa yang mendapatkan rak’ah dari salat bersama imam sungguh ia telah mendapatkan salat itu” (H.R Bukhari dan Muslim)
Kata-kata rak’ah di artikan ruku, maka maknanya adalah siapa yang masbuk dan masih sempat mengikuti ruku imam, ia telah mendapatkan rakaat itu. Hal itu lebih diperjelas oleh keterangan berikut :
Dari Abu Hurairah, ia mengatakan “Rasulullah saw telah bersabda, apabila kamu masuk datang (masbuk) kepada salat dan kami (imam dan makmum) sedang sujud maka sujudlah dan jangan kamu hitung apa-apa (rakaat), dan siapa yang masih mendapatkan ruku sungguh ia telah mendapatkan salat itu”. (H.R Abu Daud)
Berdasarkan hadis ini Imam Asy Syaukani mengatakan “kata-kata fasjudu (maka sujudlah) dan kata-kata fa laa ta’udduha syaian (dan janganlah kamu menghitungnya sesuatu)(rakaat) adalah makmum yang masbuk mendapatkan imam sedang sujud maka janganlah kamu hitung sebagai satu rakaat. Sedangkan kata-kata waman adrakar raka’ta faqad adrakash shalata (dan siapa yangmendapatkan Imam sedang ruku) maka jadilah yang mendapatkan ruku bersama imam mendapatkan rakaat itu dan ini pendapat jumhur ulama. Sedangkan kata-kata salat maksudnya rakaat, yaitu sah rakaat itu dan ia mendapatkan fadilahnya”. Nailul authar, II:162
Jika kurang kecermatan maka keterangan Imam Asysyaukani ini akan mudah dianggap bahwa beliau berpendapat demikian, tetapi jika dengan ketelitian dan kecermatan maka akan diketahui bahwa Imam Assyaukani tidak berpendapat demikian tetapi beliau hanya menuturkan pendapat orang lain dan ulama jumhur, bahkan sebaliknya, beliau berpendapat tidak sah rakaat makmum yang masbuk apabila ketinggalan alfathihah
Maka ketika menerangkan kedudukan alfathihah di dalam shalat beliau menerangkan :
Anda telah tahu dari (pembahasan) yang lalu wajibnya membaca alfathihah bagi setiap (individu) imam dan makmum pada setiap rakaat. Dan telah kami beritahukan pula kepada anda bahwasanya dalil-dalil itu sahih (benar) untuk dijadikan hujjah bahwa bacaan alfathihah termasuk syarat sahnya salat. Dan siapa yang berkeyakinan bahwa sah salat dari salat-salat atau rakaat dari rakaat-rakaat tanpa fathihatul kitab ia harus menunjukan dalil yang terang yang mengecualikan dalil-dalil itu. Maka dari sini nyatalah untuk anda kelemahan pendapat ulama jumhur (yang menyatakan) siapa yang mendapatkan imam sedang ruku dan ikut ruku bersamanya, ia menghitung rakaat itu walaupun tidak mendapatkan qairaah sedikitpun (alfathihah). (Nailul authar, II:226)
Keterangan Imam Asy-syaukani ini sesuai dengan perintah Rasulullah saw kepada Al musiu’shalatuhu (orang yang jelek salatnya), setelah beliau menerangkan dengan sangat rinci tentang apa yang disebut rakaat baik alfathihah, ruku, berdiri I’tidal setelah ruku, sujud, duduk antara dua sujud, beliau bersabda :
Lalu kerjakanlah yang demikian itu pada salatmu seluruh nya
Bahkan pada riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi menggunakan kata-kata:
Lalu kerjakanlah yang demikian itu pada setiap rakaat.
Di dalam hadis riwayat Al-Bukhari dari sahabat Abu Qatadah
Sesungguhnya Nabi saw pada setiap rakaatnya membaca alfathihah
Dan masih terdapat dalil-dalil lainnya yang menunjukan tidak sahnya rakaat tanpa alfathihah. (Fathul bari, II:383-386)
Selanjutnya, bahwa alfathihah itu terdiri tujuh ayat yang diawali dengan bismillahirrahmanirrahim, maka membaca Alfatihah kurang satu ayat dari ketujuh ayat itu berarti Alfatihahnya tidak sempurna dan harus diulangi. Demikian juga bagi makmum yang masbuk ketika mulai berjamaah ternyata imam telah membaca beberapa ayat dari Alfathihah, maka ia tertinggal fatihah itu dan tertinggal rakaat itu
0 komentar:
Post a Comment