oleh: Ilham Maulana, S.Pd.I. *)
Di dalam Al-Qur’an Allah SWT telah memberikan peringatan kepada kita secara jelas akan bahaya dosa syirik. Syirik akan menghapuskan segala amal kebajikan dan merupakan dosa yang tidak akan terampunkan apabila pelaku syirik tersebut mati dalam kesyirikan.
" Dan Sesungguhnya Telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi". (QS Az-Zumar : 65)
" Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar." (QS An-Nisa : 48)
Secara etimologi (bahasa) As-Syirku terdiri dari 3 huruf yaitu syin, ra, dan kaf secara bahasa berarti bersama, tidak sendiri. Dari akar kata yang sama muncul juga kalimat-kalimat seperti, as-syarkah, as-Syirkah, as-Syarikah. Artinya sama yaitu bersatunya dua orang yang berserikat. Biasanya perkara yang diambil dari akar kata yang sama, memiliki keterkaitan arti satu dengan yang lainnya. Sehingga kalau kita perhatikan bahwa orang musyrik adalah orang yang menyertakan selain Allah pada suatu hak yang mestinya hanya ada pada Allah semata. Ia menyatakan bahwa ada bagian yang dimiliki zat selain Allah pada perkara yang seharusnya hanya milik Allah saja.
Sedangkan arti secara istilah di dalam Sunan At-Tirmidzi disebutkan bahwa Syirik kepada allah adalah menjadikan sesuatu sebagai syarikat bagi yang lain, dan yang dimaksud mengambil (menjadikan) Tuhan selain Allah.
A.Hassan dalam bukunya At-Tauhied menjelaskan bahwa syirik itu asal artinya sekutu, yaitu seseorang yang menyamakan sesuatu dengan Allah dalam hal ibadah, minta-minta dan percaya dalam urusan ghaib.
Dari keterangan-keterangan tersebut jelaslah bahwa Syirik adalah menjadikan sekutu bersama Allah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an QS Al-Baqarah ayat 22
" Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu Mengetahui".
Mengutip istilah yang dikemukakan Ibnu Taimiyyah, penyajian dalil yang digunakan Al-Qur’an dalam menjelaskan Syirik tidak hanya sebatas Syar’iyyah (berlandaskan dalil syara) semata, melainkan juga dihubungkan dengan Aqliyyah (menggunakan nalar logika). Artinya dalam menjelaskan kemusyrikan Al-Qur’an banyak menyajikan dalil-dalil akal untuk membungkam asumsi orang-orang musyrik.
Oleh karena itu apabila kita perhatikan praktek-praktek kemusyrikan yang mereka lakukan ternyata diluar batas kemampuan akal (irrasional). Bagaimana tidak seseorang yang mempunyai keyakinan akan Tuhannya adalah berhala-berhala atau patung-patung kemudian mereka menyembah berhala dan patung itu bahkan mereka meminta berkah, rezeki, kekuatan, kemenangan kepada Tuhan mereka itu, padahal kalau mereka berfikir secara sadar (akal sehat) mana mungkin berhala dan patung yang terbuat dari tanah liat tersebut akan dapat memberikan manfaat kepada manusia.
Demikian juga yang berlangsung pada saat sekarang ini, walaupun teknologi informasi semakin canggih, ternyata masih banyak praktek-praktek kemusyrikan yang jelas-jelas jauh dari akal yang sehat. Kita menyaksikan banyak orang yang memperebutkan kotoran kerbau dengan sebab kerbau itu pernah ditunggangi oleh seorang wali dengan harapan bahwa kotoran kerbau tersebut dapat membawa berkah dan kemanfaatan. Demikian juga dengan phenomena tanah ponari atau tanah dari bekas kotoran ponari diperebutkan untuk dijadikan obat. Atau orang-orang yang meminta berkah kepada yang sudah meninggal, atau orang yang sengaja menanam kepala kerbau dibawah bangunan atau jembatan yang akan dibangun dengan harapan bangunan dan jembatan itu tidak akan roboh dan akan kuat berdiri selamanya serta masih banyak praktek-praktek kemusyrikan lain yang tentunya jauh dari akal sehal (irrasional).
Maka dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa ternyata kemusyrikan = irrasional (tidak masuk akal), karena praktek-praktek syirik bertentangan dengan fitrah kita sebagai manusia yang senantiasa bertindak dan bertingkah laku sesuai dengan kemampuan akal sehat yang telah diberikan oleh Allah, juga bertentang dengan fitrah kita sebagai makhluk yang bertauhid (mengesakan Allah) hal ini sesuai dengan QS Al-A’raf : 172 :
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)".
*) Penulis adalah ketua Hima Persis Cianjur periode 2009-2011
posted by:
Data and Information Departement of Hima Persis Cianjur
0 komentar:
Post a Comment